MGID
23 Apr 2021 • 10 menit bacaan

Pada tahun 2022, cookie pihak ketiga diperkirakan akan berhenti bekerja pada sebagian besar peramban. Perubahan ini akan sangat membatasi marketing data-driven, mengacaukan pengiklan yang ingin menarget pemirsa mereka, dan mempersonalisasi pesan-pesan periklanan.

Apa saja alternatif yang tersisa bagi industri periklanan? Di dalam pedoman ini, kami akan melihat ke dalam faktor-faktor yang berkontribusi pada pergeseran ini, apa sebenarnya cookie pihak ketiga itu, bagaimana cookie tersebut berbeda dari data pihak pertama, dan solusi-solusi penargetan yang tersedia di masa depan tanpa cookie.

Siap? Gulir ke bawah untuk mulai membaca!

Daftar isi

Klik bab apa saja untuk gulir otomatis.

Bab 1

Hukum privasi, pembaruan dari Apple dan Google

Badan-badan hukum dan peramban keduanya berkontribusi pada matinya cookie pihak ketiga. Tujuan bersama dibalik upaya ini adalah melindungi privasi pengguna dan memfasilitasi cara beriklan di internet yang berbeda.

Bersasarkan penelitian IAS baru-baru ini, 94% dari konsumen Inggris (UK) mengatakan bahwa privasi data online penting bagi mereka ketika menelusuri konten online. Menjawab permintaan ini, pemangku kepentingan kunci di dalam industry periklanan berniat untuk meningkatkan transparansi dan memberikan pengguna pilihan yang lebih baik tentang bagaimana data mereka dikumpulkan, disimpan dan digunakan.

Aspek hukum

Regulasi privasi seperti General Data Protection Regulation (GDPR) di Uni Eropa dan California Consumer Privacy Act (CCPA) di Amerika Serikat bertujuan untuk menjawab kekhawatiran seputar privasi konsumen dan mendeklarasikan bahwa cookie adalah data pribadi.

GDPR mulai berlaku pada tahun 2018 dan berpengaruh kepada segala organisasi yang terletak di Uni Eropa dan mencakup pemrosesan data yang cukup luas yang memanfaatkan data pribadi. Segala organisasi yang tidak terletak di Uni Eropa yang menawarkan barang atau jasa kepada subyek data di Uni Eropa juga harus mematuhi GDPR.

CCPA berlaku untuk organisasi non-profit yang mengumpulkan informasi pribadi warga California dan yang juga melaporkan pendapatan lebih dari 25 juta USD, mengelola data lebih dari 50 ribu konsumen, atau yang memperoleh lebih dari setengah pendapatannya melalui penjualan informasi pribadi warga California.

Yurisdiksi lainnya juga sedang mengimplementasikan regulasi privasi di waktu yang dekat, termasuk: Nebraska, Virginia, Thailand, India, dan Selandia Baru. Dengan meluncurkan Langkah-langkah perlindungan privasi ini, pemerintah bertindak atas nama konsumen dan memaksa perusahaan-perusahaan teknologi untuk meningkatkan perlindungan privasi mereka dan mengubah bagaimana mereka menggunakan pengidentifikasi pengguna.

IDFA dan pengidentifikasi mobile

IDFA adalah pengidentifikasi iklan mobile intra aplikasi milik Apple, serupa dengan AAID milik Google. Jika cookie adalah teknologi eksklusif untuk web, IDFA dan AAID disediakan oleh sistem operasi dan digunakan untuk identifikasi pengguna di dalam iklan mobile.

Apple mengumumkan bahwa iOS14 akan memberikan pengguna pilihan untuk menolak atau menyetujui iklan aplikasi untuk melacak IDFA mereka. Dan bahkan jika seorang pengguna secara eksplisit mengizinkan dan menyetujui data mereka untuk dibagi dengan aplikasi tertentu, pengiklan juga masih harus membutuhkan persetujuan pengguna di seluruh aplikasi lainnya untuk iklan yang ditargetkan. Perubahan-perubahan ini disajikan sebagai inisiatif App Tracking Transparency dan diperkirakan akan berlaku secara penuh pada April 2021.

Peramban

Menjawab popularitas yang semakin berkembang dari peramban yang mengedepankan privasi seperti Tor, semua peramban-peramban populer juga mulai mengambil langkah ke arah yan sama. Pada tahun 2019, Safari dari Apple dan Mozilla Firefox sudah meningkatkan langkah-langkah pencegahan pelacakan dan memblokir cookie pihak ketiga secara default. Pada tahun itu juga, Microsoft juga memperkenalkan fitur-fitur serupa di dalam peramban Edge.

Pada tahun 2020, Google Chrome meluncurkan beberapa fitur keamanan tambahan yang mewajibkan bahwa cookie harus dibaca melalui HTTPS. Pada tahun 2022, Google akan menghentikan dukungan untuk cookie pihak ketiga di peramban Chrome, sebuah peramban dengan pangsa pasar terbesar di dunia. Langkah ini akan membunuh penggunaan cookie pihak ketiga sebagai alat pelacak karena sebagian besar pengguna Internet tidak akan lagi bisa dijangkau dengan cara tersebut.

Sebagai pengganti cookie dalam hal pelacakan konversi dan atribusi pengguna, Google mempersembahkan sebuah insiatif yang disebut “Privacy Sandbox”. Pada dasarnya, inisiatif ini membuat sinyal yang dianonimkan (yang bukan cookie) pada pengguna yang berinteraksi dengan iklan dan memberikan antar muka API pada pengiklan untuk menerima data agregat. Namun, solusi ini tidak menjawab masalah dari addressability dan penargetan tanpa cookie.

Semua peramban populer juga telah mengurangi atau akan mengurangi ID sidik jari dan probabilistic, yang mengidentifikasi pengguna berdasarkan banyak jenis sinyal, seperti versi system operasi, versi peramban, fonta, dll. Digabungkan dengan hilangnya ID mobile seperti IDFA atau AAID milik Google, semua langkah-langkah ini dapat diartikan bahwa pelacakan pengguna di Internet yang tidak disetujui akan segera punah. Sederhananya, iklan yang memaksa dan terlalu relevan yang muncul berdasarkan aplikasi yang baru diinstal, halaman-halaman yang dikunjungi, atau keranjang belanja yang dibuang kemungkinan besar akan hilang.

Bab 2

Dasar-dasar yang mungkin Anda tidak tahu: apa itu cookie?

Cookie adalah file teks yang diletakkan di dalam peramban yang nantinya akan digunakan untuk mengidentifikasi pengguna tertentu — di satu website atau website lainnya. Potongan-potongan dari data membentuk identitas web dari seorang pengguna dan membantu website dan platform untuk berinteraksi dengan setiap pengunjung. Cookie pihak pertama dibuat dan dibaca oleh website yang dikunjungi pengguna. Tujuan utama cookie adalah untuk meningkatkan pengalaman pengguna; sebagai contoh, cookie bisa mengisi detail formulir atau menyetel pengaturan yang diinginkan. Cookie pihak ketiga dibuat oleh website yang sedang tidak dikunjungi oleh pengguna dan fungsi utamanya adalah untuk tujuan marketing.

Cookie pihak pertama vs pihak ketiga

Hingga saat ini, akses ke cookie pihak ketiga memungkinkan platform ad tech untuk menyediakan konten yang dipersonalisasi berdasarkan tindakan-tindakan pengguna sebelumnya di Internet. Pada dasarnya, pengidentifikasi ini menghubungkan traffic penerbit yang terdiri dari pengguna yang terlibat atau grup target yang menjanjikan dengan periklanan yang mereka lihat di Internet.

Dalam beberapa kasus, ketersediaan cookie pihak ketiga dapat memperburuk penghasilan penerbit. Sebagai contoh, jika pengiklan ingin menjangkau pemirsa New York Times dengan harga yang lebih murah, pengiklan akan melacak para pengguna melalui cookie dan menjangkau mereka di website lainnya di mana impresi iklan lebih murah.

Bab 3

Bagaimana cookie digunakan di dalam periklanan native

Mari kita ulas bagaimana cookie pihak ketiga telah digunakan untuk penargetan sebelum tidak digunakan lagi.

Sebagai contoh, saat seorang pengguna mengunjungi beachwear.com, website akan meletakkan cookie di dalam perambannya. Biasanya, pengiklan ingin menunjukkan benda-benda yang telah menarik perhatian pengguna di website-website penerbit. Jaringan iklan dan SSP kemudian mengategorikan pengunjung ini dan menyelaraskan cookie di website-website penerbit, sehingga pengiklan dapat melakukan bid atas pengunjung-pengunjung tertentu.

Dari perspektif pengiklan, cookie digunakan dengan banyak cara, termasuk fungsi-fungsi pragmatis berikut ini:

  • Pembatasan frekuensi atau jumlah tampilan iklan untuk seorang pengguna dalam jangka waktu tertentu (tidak bisa bekerja lintas website tanpa pengidentifikasi web universal)
  • Penargetan pemirsa baru dengan data pihak ketiga
  • Penargetan ulang dan optimisasi iklan dinamis
  • Atribusi pengguna last-touch atau multi-touch

Hal yang terpenting adalah cookie juga memberikan data untuk melacak atribusi pengguna dan mengevaluasi efisiensi biaya di sepanjang marketing funnel. Dengan alat ini iklan yang ditunjukkan ke seorang pengguna bisa dihubungkan dengan satu sama lain, sebagai contoh, iklan 30 hari lalu dihubungkan dengan pembelian yang dilakukan baru-baru ini. Tanpa cookie, akan lebih sulit bagi marketer untuk menetapkan nilai pada usaha-usaha media yang telah dilakukan.

Sebagian besar dari kampanye di dalam native terprogram telah menerapkan penargetan atau penargetan ulang melalui cookie pihak ketiga, jadi setelah cookie sudah dihapus pengiklan harus menggunakan periklanan tertarget jenis lainnya (sosiodemografi, geo, perangkat, kontekstual atau berbasis minat) atau membangun solusi alternatif untuk identifikasi pengguna.

Bab 4

Bagaimana cara menarget pengguna tanpa cookie

Hilangnya cookie pihak ketiga akan mengakibatkan perubahan-perubahan fundamental dalam bagaimana menarget dan menarget ulang pengguna. Solusi-solusi industri yang saat ini tersedia untuk pasar periklanan dapat dibagi menjadi dua grup besar, satu grup yang berbasis pengidentifikasi pengguna lainnya dan satu grup yang mengandalkan data lainnya untuk membuat keputusan penargetan.

Solusi-solusi identitas pihak pertama

Banyak penerbit dan brand yang telah memulai inisiatif mereka sendiri untuk mengumpulkan data pihak pertama, seperti loyalitas dan program langganan. Maka, penerbit dan pengiklan dapat bekerja sama dan berbagi set data pelanggan mereka, seperti email, ID, profil pelanggan, dll. Usaha-usaha tersebut dapat juga membantu brand dalam mengantarkan pesan-pesan yan dipersonalisasi ke setiap pelanggan. Sebagai contoh, brand dapat mempromosikan barang-barang gratis untuk acara ulang tahun kepada klien mereka di website penerbit.

Set data profil ini seharusnya diagregat pada satu sisi, biasanya oleh penerbit, dan kemudian dijual ke pengiklan. Penerbit harus memastikan bahwa pengguna setuju untuk memberikan informasi ini secara sukarela dan mengelola persetujuan pengguna melalui layanan-layanan software yang mematuhi hukum privasi.

Sebagai tambahan dari masalah-masalah pematuhan, masalah utama dari strategi ini mungkin adalah skalabilitas dari kampanye periklanan. ID unik pengguna seperti alamat email hash dan data pribadi mereka harus dikumpulkan oleh penerbit, dikeluarkan, dan digabungkan dengan data pengiklan. Maka, solusi ini dapat digunakan oleh pengiklan dan penerbit yang sudah memiliki set data yang kuat di dalam sistem CRM mereka.

Solusi-solusi identitas pihak ketiga

Untuk menjawab masalah dari skalabilitas, penerbit dan platform ad tech dapat membentuk hubungan kerja sama dan menggabungkan data pihak pertama mereka dengan pengidentifikasi universal. Beberapa contoh dari inisiatif lintas industri ini termasuk The Ozone Project, Project Rearc by IAB Tech Lab, dan Partnership for Responsible Addressable Media (PRAM).

Menggabungkan data penerbit mengubahnya menjadi data pihak ketiga, mendorong partisipan aktif dari semua inisiatif tersebut untuk berinvestasi ke dalam sistem kontrol privasi dan memastikan bahwa semua persyaratan dari hukum privasi sudah dipenuhi. Konsumen harus disediakan dengan lebih banyak kontrol atas informasi pribadi mereka dan mendukung pembagian data secara sukarela, sebagai bayaran dari konten atau layanan web yang didapatkan.

Meskipun usaha-usaha tersebut dapat membantu menjaga addressability pengguna bagi pengiklan, namun juga dapat membuat walled garden tambahan di dalam ekosistem dan nantinya akan menimbulkan kekhawatiran akan masalah-masalah privasi seperti cookie atau pengidentifikasi mobile. Dalam jangka Panjang, cookie pihak ketiga tidak boleh sampai terlahir kembali. Solusi lintas industri apa pun yang menggantikan cookie pihak ketiga harus mengimplementasikan framework persetujuan atau consent yang lebih baik, seperti yang ada di iOS14, yang mengurangi kolam penargetan bagi pengiklan.

Intelijen kontekstual

Agar terus mematuhi hukum privasi dan mencapai skalabilitas, pengiklan dapat menggeser fokus mereka dari data pribadi atau perilaku lampau pengguna mengarah ke lingkungan di mana minat atau keputusan pembelian diperkirakan akan muncul.

Ide dari teknologi terprogram menarget pengguna berdasarkan konteks halaman web bukanlah hal baru, tapi terbukti efektif dalam beberapa kasus. Berdasarkan penelitian Pinterest, lingkungan positif dari sebuah iklan memiliki dampak yang kuat atas keputusan pembelian: 6 dari 10 orang dewasa di Amerika lebih sering membuat keputusan jika iklan ditunjukkan di dalam konteks yang positif.

Perkembangan-perkembangan terbaru dari klasifikasi konten akan membantu marketer dalam memastikan iklan mereka dicocokkan dengan konten yang relevan dan sesuai. Sekarang, konten on-oage dapat dinilai berdasarkan:

  • Topik dari halaman
  • Sentiment negative atau positif
  • Emosi yang disampaikan

Dengan klasifikasi teks mendalam, analisis semantik, dan machine learning, mengidentifikasi lingkungan dengan dampak yang besar di mana pengguna lebih rentan terhadap iklan dan memastikan penempatan iklan aman bagi brand semuanya dapat dilakukan. Konteks juga dapat digunakan untuk optimisasi iklan: pendekatan ini disebut “mindset marketing”, dan pendekatan ini berasumsi bahwa pengiklan mendesain kampanye mereka agar sesuai dengan pola pikir pelanggan yang menontonnya, berdasarkan dari penempatan dan konten di sekitar setiap iklan.

Terakhir, konteks penting bagi konsumen, dan pengguna lebih ingin melihat iklan yang kontekstual dibandingkan dengan iklan tertarget lainnya seperti perilaku, geo, atau demografis. Berdasarkan studi IAS, 81% dari pengguna di Inggris (UK) lebih memilih iklan yang cocok dengan konten halaman.

Bab 5

Kesimpulan

Pada tahun 2020, sekitar 30% dari semua iklan telah disajikan di peramban tanpa cookie pihak ketiga seperti di Safari dan Firefox. Pada tahun 2022, jumlah dari semua pelacak peramban berbasis cookie diperkirakan akan punah. Hilangnya cookie pihak ketiga mengganggu semua pihak di dalam ekosistem periklanan digital dan berpengaruh pada penargetan, pengukuran, dan personalisasi saat pengiriman iklan.

Dalam jangka waktu yang pendek, tidak ada solusi jelas bagi agensi dan brand yang ingin membuat strategi penargetan mereka tahan lama atau future-proof mengantisipasi masa depan tanpa cookie. Dengan memfokuskan diri ke solusi-solusi identitas pihak pertama, pengiklan berisiko menjadi tertinggal dalam hal skalabilitas. ID universal dapat mengalami nasib yang sama dengan cookie karena konsumen akan menginginkan kontrol yang lebih banyak atas data mereka.

Meskipun solusi-solusi penargetan kontekstual masih belum diimplementasikan dengan skala yang masif, sebagian besar dari para ahli di industri setuju bahwa penargetan kontekstual akan menjadi lebih diterima jika dilihat dari perspektif jangka Panjang. Dengan pendekatan ini brand tidak hanya dapat menyesuaikan diri dengan hilangnya cookie tapi juga dapat menjadi terlibat dengan konsumen di dalam lingkungan yang paling sesuai dan melindungi privasi pengguna.